#Pengakuan : Waktu SMA saya mengalami krisis PD yg mengganggu (pt.2)

Saya tidak akan bicara lingkup yang terlalu luas tentang SMA saya yang mana sebetulnya sudah banyak orang yang kurang lebih tau gambarannya seperti apa kultur di SMA saya, SMA Negeri 70 BUlungan itu. Saya juga bukannya bilang bahwa SMA saya tidak keren dan tidak menyenangkan, secara umum, saya merasa SMA saya sangat keren dan secara umum kejadian yang saya alami di SMA cukup menyenangkan, hanya saja tidak saya nikmati benar-benar dan tidak membuat saya merasa seperti saya yang sekarang ini. Disini saya akan lebih banyak bicara tentang teman-teman saya waktu SMA.

Bicara tentang teman-teman saya sewaktu SMA, tidak ada yang salah dengan mereka, mereka semua baik terhadap saya dengan teman-teman saya pula saya merasakan banyak pengalaman baru yang belum pernah saya rasakan sebelumnya, hanya saja saya bingung, apakah mereka benar-benar teman-teman saya? Kehidupan yang paling tidak nyaman di SMA saya terjadi ketika saya duduk di kelas 1 SMA dimana semuanya baru dan butuh penyesuaian diri ekstra dari saya. Bagi saya, itu adalah sebuah perubahan yang sangat besar. Saya berasal dari sebuah SMP kecil di dekat rumah dan kebetulan bisa masuk ke sebuah SMA unggulan yang saat itu peminatnya berasal dari mana-mana, baik dari SMP Negeri atau SMP Swasta terkemuka di Jakarta. Saya punya beberapa teman yang semuanya cantik-cantik dan baik hati. Kalau saya bilang cantik, berarti benar-benar cantik-cantik ya. Sebenernya semuanya baik-baik aja. Sampai beberapa lama, saya mulai merasa berbeda dari mereka.

Saya begitu berbedanya, saya merasa bahwa saya sangat jelek dan tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka. Mereka semua begitu cantik, pintar, keren, GAYA, dan KAYA. Flawless deh pokoknya. HIdup mereka begitu sempurna. Dari orang-orang inilah saya kemudian tau bahwa anak kelas 1 SMA bisa dibeliin jam tangan seharga 600ribu sama ayahnya, dari orang-orang ini lah saya tau bahwa ada orang-orang di dunia ini yang merayakan ulang tahunnya dengan mengeluarkan orangtuanya sampai menginjak angka 40juta rupiah, saya juga tau bahwa ada orang-orang yang menghabiskan long- weekend mereka dengan cara jalan-jalan ke luar negeri,  dan bagi saya semua itu adalah dunia yang jauh dari saya, jauh sekali.Tidak ada yang salah dengan itu semua, karena itu memang masalah gaya hidup yang berbeda, gaya hidup, alias kebiasaan.

Lalu mereka pun mulai membicarakan hal-hal yang tidak saya mengerti, artis-artis yang belum pernah saya ketahui, tempat-tempat yang bahkan tidak pernah saya bayangkan ada tempat seperti itu di muka bumi. Terus terang saya mulai tertekan. Saya jadi banyak bertanya ke orangtua saya. Kemudian ayah saya menjawab “ya, kamu mau bapak kasih ini dan itu? Bapak sih sebenernya bisa aja kasih kalian masing-masing ini dan itu, tapi terus kalau bapak udah kasih emang kenapa?”.  Saya kemudian terdiam, demikianlah, orangtua saya tidak mengerti tekanan sosial jaman SMA berat sekali. Atau mungkin mereka mengerti, hanya saja mereka tau bahwa isu tersebut sebaiknya tidak dibesar-besarkan dengan cara mengikuti semua keinginan gue. Yah, karena saya adalah anak yang cenderung pasrahan pada waktu itu akhirnya saya pun menuruti saja.