Bukan Putri Raja, dan Juga Bukan Cinderella*

Sore ini saya mengambil keputusan yang tepat.

Saya memutuskan untuk pulang ke rumah menumpang kendaraan umum, dan bukannya mencari tebengan atau minta dijemput, dan bukan pula menginap di kosan saya seperti biasanya. Entah kenapa rasanya hari ini saya merasa sedang bosan dengan suasana, pemandangan, dan rutinitas yang itu-itu saja, lebih tepatnya, muak. Akhirnya demikianlah, saya dan teman saya Mitun, menumpang Deborah untuk dapat tiba di rumah. Biasanya saya lebih memilih untuk menumpang Deborah AC dan turun di Pondok Indah Mall untuk kemudian minta dijemput orang rumah jika memang memungkinkan untuk dijemput. Karena selain tempat duduk dan suasananya lebih nyaman (pengamennya suaranya bagus-bagus), saya tidak perlu ganti angkutan sekali lagi di terminal Lebak Bulus seperti jika saya menumpang Deborah non-AC, plus saya tidak perlu mendengar ocehan dan omongan tidak pantas dari abang-abang yang kurang kerjaan menggoda setiap perempuan yang lewat di terminal Lebak Bulus. Sayangnya, Deborah AC ini kemunculannya seperti komet Hayley, dimana munculnya bisa sekitar 1 jam lebih sekali, dan sekali muncul lajunya cepat sekali. Saat itu hari sudah terlalu sore dan kami berdua sudah terlalu letih dan ingin cepat sampai rumah karena harus mempersiapkan diri untuk ujian sidang comprehension mata kuliah Pelatihan. Akhirnya begitu Deborah non-AC yang lewat terlihat agak kosong, kami pun segera naik.

Saya sebetulnya tidak termasuk yang sering naik bus atau yang sehari-harinya kemana-mana naik bus (karena saya seringkali berada di kosan dan penganut sejati paham menebeng, baik menebeng teman maupun orangtua, sejak mobil saya dijual dan gabisa dipakai latihan nyetir seenaknya). Namun saya sangat menikmati saat-saat saya menumpang bus, terutama di sore hari (kalau pagi biasanya penuh banget dan macet). Bagi saya, saat-saat menumpang bus kota adalah saat dimana saya bisa bengong-bengong sendirian dan mengobservasi sekeliling saya dan bisa berisitirahat sejenak menjadi penonton, bukan pelaku. Sore hari jadi waktu favorit saya untuk menumpang bus, karena pada waktu itulah semua orang pulang dari beraktivitas dan saya bisa memperhatikan berbagai jenis orang dengan busana dan bawaannya masing-masing, wajah-wajah capek dan sesekali obrolan ringan dengan teman yang duduk di sebelah mereka. Ada juga wajah-wajah yang sama bengongnya dengan saya, dengan earphone di telinga masing-masing, ada yang membaca komik, ada yang terlihat gusar mungkin karena ingin cepat pulang, dan sebagainya.

Selain para penumpang, jangan lupakan juga hal lain yang menarik perhatian kita, yaitu para pencari nafkah selain para supir dan kondektur. Mereka lah yang biasa kita sebut dengan pengamen.  Hari ini perhatian saya jatuh pada dua gadis pengamen Salah satunya sudah menginjak usia remaja dan tubuhnya juga sudah mulai tumbuh, dan yang satu lagi terlihat masih sepantaran anak kelas 4 SD kira-kira. Waktu menunjukkan pukul setengah 7 malam, dan mereka masih berkeliaran mencari uang sambil menyanyikan lagu The Potter, ” Kamu keterlaluan, kamu punya simpanan, maka maafin aku, i’m sorry say goodbye”. Hal-hal seperti ini, membuat saya merasa serba salah karena di satu sisi saya tahu kalau saya memberi mereka uang saya berarti semakin membuat bobrok moral anak bangsa dan saya tahu uang tersebut tidak lari ke kantung mereka, namun harus disetorkan kepada ‘koordinator’ daerah masing-masing untuk nanti kemudian dibagi-bagi, yang mana uang tersebut bisa mereka gunakan untuk hal lain yang saya tidak tahu apa, bisa baik, bisa juga buruk (entah ukuran baik dan buruk ini datangnya dari mana). Namun di sisi lain saya merasa mereka berhak mendapatkan sedikit dari saya yang sudah berkecukupan.

Lalu muncul pertanyaan-pertanyaan semacam ini :

1. Bagaimana rasanya tumbuh sebagai remaja perempuan di lingkungan seperti yang mereka rasakan? Remaja adalah masa bergejolak ingin bersenang-senang dan mencari jati diri. Bagaimanakah cara mereka bersenang-senang? Bagaimana kegiatan mereka dalam mencari jati diri? Idealisme seperti apa yang mereka bangun di tengah-tengah pengalaman mereka selama ini?

2. Apa rasanya tidak dapat menikmati lagu anak-anak seperti sebagaimana anak-anak lain yang tidak perlu mencari uang seperti yang mereka lakukan?

3. Bagaimana rasanya sudah harus mencari uang untuk hidup sehari-hari, (kemungkinan besar) tanpa ada sisa untuk ditabungkan lagi? Hal ini membuat saya tertegun dan merasa malu karena akhir-akhir ini saya banyak sekali mengeluh masalah finansial, yang saya tidak bisa beli gadget ini lah, itu lah. Mau beli baju ini lah, itu lah. Mau pergi berlibur ke sini lah, situ lah. Terlalu banyak mengeluh dan egosentris. Padahal semua kebutuhan pokok saya selama ini selalu terpenuhi dengan baik.

4. Pertanyaan paling menggangu saya, apa imajinasi yang terbentuk dalam benak mereka sebagai anak perempuan tentang dunia ini? Kita semua tahu, sejak kita masih kecil, kebanyakan anak perempuan akan banyak sekali berkutat dengan imajinasi tentang dunia putri-putri raja yang cantik, dimana terdapat gaun-gaun indah dan suatu hari akan ada pangeran yang akan menjemput kita. Dunia terasa begitu mudah dan indah di mata kita waktu itu, setidak-tidaknya itulah yang saya rasakan. Lalu saya menjadi ingin tahu apakah mereka juga memiliki imajinasi yang kurang lebih sama walau dalam bentuk yang sedikit berbeda? Apa mereka juga berpikiran dunia adalah tempat yang indah seperti yang kita pikirkan sewaktu kita masih kecil dulu? Bagaimana dengan mimpi-mimpi yang mereka miliki?

Demikianlah. Mengapa saya mengatakan saya mengambil keputusan yang tepat sore hari ini?

Karena setelah sekian lama berkutat dalam suasana yang itu-itu saja, dengan teman dan gaya hidup orang-orang di sekitar saya yang itu-itu saja, dengan rasa iri yang akhir-akhir ini menumpuk tidak terkendali karena tidak bisa memiliki apa yang teman-teman saya bisa miliki. Setelah akhir-akhir ini merasa muak atas segala hal yang terasa semu dan tidak nyata di sekitar saya namun terasa mengkungkung dan menuntut saya. Setelah lelah luar biasa karena akhir-akhir ini saya merasa terlalu cemas akan masa depan saya, merasa dikejar-kejar segala sesuatu yang belum jelas. Setelah akhir-akhir ini bawaannya marah-marah terus karena merasa keadaan tidak adil dan banyak sekali goals yang tidak bisa  (atau belum bisa) saya raih, dan saya sangat letih akan semua itu. Setelah merasakan semua perasaan negatif akhir-akhir ini. Akhirnya, sore ini saya bisa sedikit beristirahat sejenak dan mencoba melihat segala sesuatunya dari sudut pandang yang lain. Dari sudut pandang mereka yang belum tentu memiliki apa yang selama ini saya punya. Namun bisa saja mereka memiliki apa yang tidak saya punya.

Dan itu, membuat saya terdiam.

Saya bukan putri raja, dan juga bukan Cinderella, mereka juga, sama saja. Dan saya tahu pertanyaan semacam ini tidak akan pernah terjawab, kecuali saya melakukan sesuatu untuk mencari tahu. Namun, pada akhirnya saya pun harus turun untuk ganti angkutan umum yang mengarah ke Pondok Pinang, rumah saya.

Pertanyaan saya, apakah teman-teman pernah mempertanyakan hal yang serupa dengan saya?

– D! –

*potongan lirik lagu The Potters-Keterlaluan hahahahaha

4 comments

  1. Melita Tarisa

    nice thought, de!
    privilege untuk berhadapan dengan fakta sosial itu yang membuat gw mantap untuk gak ngekos lagi mulai semester ini. kalo lagi naik 84 (bus pp yg gw tumpangin), rasanyah gw bisa mempertahankan kepekaan gw terhadap kondisi masyarakat sekitar dan lebih termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mereka ketimbang gw naik mobil pribadi.

    lebih nyaman sih, naik mobil sendiri,
    tapi gw jatohnyah jadi lebih egocentric. di kepala gw suka berputer2 masalah gw doang, klo lgi di 84 lebih banyak refleksi ttg masalah sosial kayak yg lo tanya2in itu de.

    :)

  2. dheasekararum

    betul sekali mel, kemarin itu gue seperti merasa sedikit tertampar melihat fenomena yang ada.

    gue merasa bersyukur kemarin memutuskan untuk pulang naik bus. bener deh

    – D! –

  3. wawa

    wahh..menarik…kebetulan say ingin membuat semacam artikel ttg anak2 jalanan…untuk kebutuhan kuliah saya..dan saya mengambil judul ” social campaign anak jalanan “..

    narasi km lumayan ngebuat pikiran saya lbh terbuka..

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s