When I Let My Alter-Ego Speak
Dulu sewaktu masih duduk di tingkat sekolah dasar, saya selalu diajarkan dalam pelajaran PPKN (waktu SD tampaknya lebih banyak pelajaran soal budi pekerti dibandingkan kewarganegaraannya) tentang bagaimana kita sebagai manusia sebaiknya selalu berbuat baik dan adil, memberi dan mengasihi, mengatasnamakan kepentingan umum di atas kepentingan bersama, menghargai perbedaan tanpa harus membuatnya sebagai sumber perselisihan, berkorban demi orang lain tanpa pamrih, berkata dan berbuat jujur, menolong sesama, dan hal-hal bersifat moral lainnya.
Sampai saya berusia 18 tahun saya selalu percaya bahwa di dunia ini banyak hal-hal baik dibandingkan dengan hal-hal buruk, dan bahwa setiap manusia pada dasarnya adalah orang yang baik di dalam hati mereka masing-masing. Sampai saya berusia 18 tahun saya masih berusaha percaya bahwa semua orang baik dan tidak ada orang yang dengan sengaja berbuat jahat atau menyakiti saya. Dan hal itulah yang membuat saya tidak pernah bisa memahami penyebab perang yang tidak pernah berhenti terjadi di muka bumi ini. Hal tersebut yang membuat saya tidak mengerti kenapa orang ingin saling membunuh, kenapa orang tidak bisa memaafkan apa yang sudah lewat setelah bertahun-tahun lamanya. Hal itulah yang membuat saya tidak paham mengapa orang saling menghina karena latar belakang mereka, entah itu warna kulit, suku, harta benda dan pangkat orangtua, dan sebagainya. Hal itulah yang membuat saya selalu berpikir pada setiap orang pada dasarnya benar, karena mereka pada dasarnya baik. Hal itulah yang membuat saya selalu dapat memaafkan apa yang sudah terjadi, karena bagi saya, orang itu pasti tidak sengaja.
Saya tidak mengerti kenapa kita tidak bisa membuat semua orang senang?
Naif sekali kalau dipikir-pikir.
Sejak usia saya menginjak 19 tahun, saya mulai bisa melihat bahwa padangan saya tentang dunia ini sangat berbeda dengan apa yang sudah ada. Saya mulai paham setiap orang pada dasarnya berbeda dengan disposisi yang mereka bawa masing-masing. Saya mulai paham bahwa setiap orang memiliki tujuan yang berbeda, dan bahwa orang bisa menyakiti orang lain dengan sengaja demi mendapatkan tujuannya.
Saya mulai sadar bahwa dunia adalah tempat yang tidak ramah. Saya mulai paham bahwa ada hal-hal yang terlihat ‘sepele’ bagi orang lain namun merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang lain, sehingga apa yang menjadi masalah bagi seseorang, belum tentu suatu masalah pula bagi orang lain. Saya mulai bisa melihat bahwa manusia, dalam hal ini, sering sekali tidak memiliki kemampuan untuk melihat apa yang ada dan mendengar apa yang sedang terjadi di sekeliling kita, bahkan tidak memiliki kemauan untuk melakukan itu semua. Saya mulai bisa melihat bahwa harta, pangkat, warna kulit, suku, agama, bahkan cinta, dapat meluluh lantakkan kehidupan manusia. Bahwa rasa sakit hati terkadang menjadi hiasan belaka, dan air mata adalah rutinitas bagi kita.
Saya mulai mengerti bahwa, di dunia ini, ada hal-hal yang tidak bisa dimaafkan begitu saja. Ada hal-hal yang tidak bisa dilupakan begitu saja. Walaupun sudah lewat bertahun-tahun lamanya.
Pada usia 19 tahun saya mulai dapat mengerti dan merasakan itu semua.
– D! –