Tentang Tanda Tanya

Kemarin saya (akhirnya, setelah 2 bulan tidak pergi ke bioskop) menonton sebuah film berjudul Tanda Tanya(?) karya Hanung Bramantyo bersama teman saya, Melita. Sejak awal kemunculan sinopsisnya di beberapa media cetak, saya sudah tertarik untuk menyaksikan film ini, mungkin karena judul yang ia kenakan membangkitkan rasa ingin tahu saya. Dan benar saja, film ini memang ‘menarik’. Film Tanda Tanya (?) mencoba mengangkat masalah yang sangat potensial menyebabkan konflik antar manusia di negara kita, ya, Tanda Tanya mencoba untuk memberi sudut pandang baru mengenai perbedaan di Indonesia. Perbedaan agama, suku, keturunan.

Berlatar tempat di kota Semarang, tepatnya di sebuah pemukiman yang disebut sebagai Pasar Baru, hiduplah sosok individu-individu yang berusaha untuk menemukan jawaban atas tanda tanyanya masing-masing. Surya, seorang muslim yang sulit mendapatkan pekerjaan dengan honor bagus, kemudian mengalami pertentangan yang dirasakan cukup berat ketika ia mendapat tawaran peran sebagai Yesus dalam sebuah drama Gereja. Sedangkan Soleh, seorang lelaki muslim yang taat pada agamanya, merasa frustrasi tidak punya pekerjaan, sementara ia ingin menunjukkan dedikasinya di mata istri, keluarga, juga agamanya. Ada pula Rika, seorang perempuan, sekaligus ibu muda yang harus menyesuaikan diri dengan dua perubahan hidup yang cukup besar, perceraian, dan keputusannya untuk pindah agama; juga bagaimana ia harus berhadapan dengan Abi, anaknya yang tidak ikut pindah agama, juga tetangga-tetangga sekitarnya yang nyinyir. Tidak ketinggalan pula Ping Hen (atau Hendra), lelaki keturunan Tiong Hoa (atau Cina? Ah, saya tidak begitu paham implikasinya bagaimana soal kedua sebutan ini) yang mencoba menyelesaikan konfliknya sendiri, dengan keluarganya, juga dengan tanda tanya-tanda tanya dalam dirinya yang belum ia hadapi (di akhir film, Ping Hen kemudian menghadapi tanda tanya-nya dan memutuskan sendiri kemana ia mencari jawabnya).

Selain mereka, hadir pula tokoh-tokoh lain yang memiliki pergolakan batin masing-masing, seperti ayah Ping Hen yang berusaha berdamai dengan anaknya; Menuk, perempuan sholehah yang belajar bahwa cinta bisa tumbuh dalam keyakinan yang berbeda, juga hal-hal lain yang muncul dalam film dan semakin membuat film ini semakin menarik untuk disimak. Tanpa berusaha mengomentari perihal teknis film (berhubung saya juga nggak ngerti apa-apa soal pembuatan film atau sinematografi) dan terlepas dari opini saya soal sisi kehidupan Hanung Bramantyo yang banyak ditampilkan di media massa, saya merasa cukup menyukai film ini. Menurut saya pribadi, film-film seperti ini mungkin adalah film-film yang kita butuhkan. Film yang ‘memaksa’ kita untuk melihat sudut pandang yang lain dan membuat kita bertanya ke dalam diri sendiri. Bertanya soal keberanian kita menghadapi tanda tanya itu sendiri. Khususnya kita dalam konteks sebagai orang-orang Indonesia yang setiap harinya bersinggungan dengan perbedaan.

Sejauh mana kita berani bertanya pada diri sendiri mengenai keyakinan kita akan sesuatu sampai kita berani mempertanyakan keyakinan orang lain yang berbeda dengan keyakinan kita?

Saya sendiri cukup ‘tersepet’ di sepanjang film Tanda Tanya ini. Sejak usia saya menginjak 20 tahun memang saya banyak memikirkan soal konsep ketuhanan dan agama. Sejak lahir saya beragama Islam, belajar untuk menunaikan ibadah shalat 5 waktu sudah sejak saya balita. Saya belajar membaca Iqra dan sempat menjuarai lomba membaca ayat-ayat pendek ketika masih SD. Saya belajar menunaikan ibadah puasa setiap bulan Ramadhan sejak saya masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Berbelas-belas surat pendek saya hapalkan, berpuluh ayat Al-Quran saya lafazkan, sekaligus dengan tajwid-tajwid yang menyertainya. Sejauh itu pula saya tidak pernah berhenti bertanya, sedalam apa keyakinan saya atas apa yang saya hapal di luar kepala tersebut? Seperti apa penghayatan saya terhadap ritual yang sudah sejak lahir saya kenal sebagai media untuk berkomunikasi dengan Tuhan?

Setelah menonton film ini ada semacam rasa rindu, yang terus terang sangat mendalam. Rindu untuk meneruskan pencarian saya akan hakikat Tuhan, rindu untuk dapat berdiskusi mengenai maknya-Nya dalam diri dan kehidupan saya. Dan juga mengapa saya membutuhkan-Nya. Mungkin saya mencoba menemukan Tuhan dalam segala cara. Mungkin saya mencoba menalar Tuhan dengan segala keterbatasan saya. Jika meminjam kalimat-kalimat yang digunakan oleh Melita, mungkin ini semua karena :

 …saya tidak sampai hati membiarkan nalar saya luluh dalam keyakinan yang transenden. Mungkin karena saya takut berubah jadi seorang fundamentalis, yang sering kali saya temukan kurang kasih sayang terhadap mereka yang tidak berkeyakinan sama, yang tidak mengijinkan penjelajahan akan keraguan terhadap iman. Mungkin semata karena saya memang belum rela menonaktifkan fungsi berpikir otak saya ini…

Seperti Melita pula, selama ini saya menemukan keasyikan dan keindahan tersendiri ketika saya mencoba mengenal bentuk keimanan orang lain, walau tidak jarang pula saya menjadi takut dan tergoda untuk menghakimi, well, some people say judging is inevitable, but discriminating is not. Terus terang saya juga kagum kepada orang-orang yang telah berani menentukan, dan kemudian menemukan kedamaian masing-masing dalam jalan yang mereka tentukan tersebut. Orang-orang yang berani untuk berkonfrontasi, dengan diri mereka sendiri. Orang-orang yang berani untuk menghadapi tanda tanya dalam diri mereka. Sementara saya, jika boleh dinilai, mungkin sebetulnya cupu, atau mungkin juga mengulur-ulur waktu. Mungkin saya masih menunggu. Hingga kemudian tiba suatu saatnya nanti, seperti Ping Hen dalam film tersebut, agar saya berani untuk bertanya,

“Apakah Islam itu, Pak Ustadz?”

–          D! –

4 comments

    • dheasekararum

      waduh saya kurang ahli soal fotografi nih mbak Dea, takut kalau saya paparkan hasil belajarnya malah menyesatkan (karena saya sendiri belum bisa betul-betul memahaminya) hehe ;)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s