#MencobaFiksi : Nasihat Instant
“Masih lama, Bu? “ tanya gadis itu sambil memain-mainkan kakinya sembari duduk di depan meja makan yang terletak tidak jauh dari tempat ibunya memasak. “Sebentar lagi sayang, racikan bumbunya kan harus pas betul, supaya kamu suka makannya.” Terlihat asap mengepul-ngepul dari wajan di atas kompor. Sang ibu terlihat sibuk menggerak-gerakkan spatula-nya di atas wajan sambil tersenyum, seolah tidak peduli bahwa asap yang menerpa wajahnya dapat membuat bekas-bekas legam bersarang di sana. Gadis itu sekarang sibuk membolak-balik buku komik jepang yang sudah sejak tadi ia pegang. Tampak ia tidak membaca isinya dan hanya melihat-lihat gambarnya, mungkin bosan, mungkin tidak tertarik isi ceritanya, namun sejurus kemudian ia bertanya, “Bu, jatuh cinta dan pacaran itu rumit ya Bu?. Lalu terdengar suara tawa lembut dari sang ibu mendengar hal tersebut, ia tersenyum sambil menoleh ke belakang, ke arah putri remajanya yang sangat ia sayangi.
“Eh, kamu kok tiba-tiba nanya begituan?” tanya sang ibu sambil kemudian mengambil sebuah mangkuk kaca besar yang disiapkannya sebagai tempat menuang hasil masakannya. “ya nggak apa-apa Bu, habis kalau aku lihat di novel atau buku-buku komik kok kayaknya ribet sekali”, jawab si anak sambil menoleh ke hadapan ibunya. Sang ibu sudah kembali sibuk dengan spatulanya, keringat tampak mengucur perlahan dari dahinya, rambutnya yang dukucir kuda pun tampak lembab. “Kamu tahu nggak, jatuh cinta itu berbeda lho dengan berpacaran. Jatuh cinta itu mudah, seringkali tanpa diperlukan usaha. Tapi, kalau soal pacaran, bahkan sampai akhirnya saling berkomitmen untuk menikah, wah itu lain”, ujar sang ibu dengan ringan. Guratan-guratan di sekitar matanya tampak lebih jelas seiring dengan semakin tampak senyum yang terbentuk di bibirnya.
“pacaran itu seperti masak nasi goreng, Nak.” Ujar sang ibu seraya mengatur besar api kompor.
“seperti bikin nasi goreng? Seperti yang sekarang ibu lakukan, gitu?” tampak si gadis kebingungan dan berusaha menerka-nerka maksud sang ibu melakui kalimat yang baru dilontarkannya. Buku komiknya ia letakkan di atas piring yang tertutup di depannya. Perhatiannya segera terfokus ke arah ibunya.
“iya, nasi goreng kan terdiri dari berbagai macam bahan. Supaya rasanya enak dan pas, kita mesti pandai-pandai mengolah mereka semua. Mulai dari memilih berasnya, mengira-ngira takaran airnya, memilih sejumlah bumbu-bumbu di pasar, ketumbar, bawang, merica, garam, cabai, juga menakar kecap, sampai proses-proses di mana kita harus mencampur dan mengombinasikan semua bahan dan bumbu tersebut menjadi satu di wajan. Itu pun kita harus perkirakan lagi seberapa panas api kompor yang pas untuk masakan nasi goreng kita. Kadang ada kalanya nasi gorengnya terlalu pedas sehingga harus ditambahkan kecap dan air, kadang justru terlalu manis, kadang terlalu banyak garam, dan masih banyak lagi.” Sang ibu bicara sambil meminta si gadis menyerahkan piring makannya kepadanya.
“……sulit sekali sepertinya ya Bu” si gadis menunjukkan ekspresi wajah yang tidak senang dengan mengerutkan dahi.
“ibu kan tidak pernah bilang mudah, tapi ibu juga tidak bilang sulit. Kadang-kadang kita juga butuh waktu yang sedikit lebih lama agar bumbu-bumbunya benar-benar meresap dan tercampur dengan baik. Kamu tentu tidak keberatan kan menunggu lebih lama untuk sesuatu yang enak?” Sambil terus bicara sang ibu mulai perlahan dan dengan hati-hati menuangkan nasi goreng yang telah selesai dimasak ke atas mangkuk kacar besar dan ke atas piring putrinya.
“ tentunya, untuk rela menghabiskan waktu dan tenaga yang cukup banyak itu, kamu harus betul-betul menyukai jenis masakan nasi goreng. Karena jika tidak, sia-sia sajalah usahamu, karena pasti dalam menjalankannya kamu akan banyak mengeluh dan menggerutu” lanjut sang ibu sambil membersihkan sisa-sisa nasi yang masih menempel di dalam wajan.
“tapi bu…., ” si gadis berusaha mengemukakan pendapat, yang segera tertahan begitu ia terlihat berpikir, terdiam seolah mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk disampaikan pada ibunya. “jika memang sulit dan membutuhkan banyak waktu juga tenaga, kenapa tidak ganti masakan saja ya? Seperti membuat pasta, sphagetti atau fettucini, misalnya! Atau hemm…membuat bubur ayam, atau jenis masakan lain yang lebih praktis, seperti membuat roti panggang Bu. Tentunya akan lebih menghemat waktu dan tenaga, ya kan?” Kata si gadis sambil memperhatikan ibunya meletakkan mangkuk kaca berisi nasi goreng yang semerbak harumnya tercium ke seluruh ruangan makan.
Sang ibu merapikan piring-piring yang lain di meja makan, dan kemudian meletakkan sepiring nasi goreng yang masih panas dan tampak sangat lezat di hadapan putrinya tersebut. “memang bisa saja, Nak. Tapi terkadang, kita hanya mampu untuk mendapatkan nasi goreng, dan bukan yang lain. Atau, memang begitu sulit mengganti makanan kesukaan kita dengan jenis makanan yang lain. Entah karena kita sangat suka sehingga tidak ada makanan lain yang bisa menandingi rasanya, atau kita sudah begitu terbiasa memakannya saat sarapan. Hingga rasanya sulit sekali mengganti pola makan yang sudah kita praktekkan setiap harinya”, lanjut sang ibu sambil duduk di kursi dekat kursi si gadis. Sementara itu si gadis tampak mengangguk-anggukkan kepalanya, kemudian terdiam, dan matanya seolah menerawang memikirkan sesuatu.
“hei, kok bengong begitu. Memangnya apa yang salah dengan nasi goreng? Toh kamu sangat menyukainya kan? Tidak apa-apa kan kalau kamu hanya mampu memperoleh nasi goreng, dan kamu pun sangat menyukainya?” sang ibu menanggapi sambil tersenyum memandangi wajah putrinya yang terbengong-bengong. “iya Bu, aku sih tidak masalah. Aku suka sekali nasi goreng, terutama nasi goreng buatan ibu. Rasannya berbeda dari nasi goreng-nasi goreng lain” kata gadis tersebut tersenyum seraya menambahkan sambil mulai menyendok dengan lahap dan mengunyah dalam diam.
Setelah gadis tersebut selesai makan, ia membawa piring makannya ke bak cuci piring dan bergegas menuju kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap pergi ke sekolah. Ia tidak lagi memperhatikan ibunya yang membereskan sisa-sisa perlengkapan yang tadi digunakan oleh sang ibu untuk memasak nasi goreng favoritnya.
Nasi goreng yang diselingi dengan pelajaran soal cinta dan hubungan mereka yang dilanda asmara.
Ia tidak melihat saat ibunya mencuci wajan bekas memasak dengan hati-hati, menggantung spatula kembali ke tempatnya. Saat ibunya menutup botol kecap dan mengembalikan ke dalam lemari penyimpanan. Memasukkan kembali tomat ke dalam kulkas. Dan ia juga tidak sempat melihat ketika ibunya membuang ke tempat sampah di belakang dapur, sebuah bungkusan plastik yang telah terbuka, bertuliskan
‘Bumbu Nasi Goreng Instan, Pasti Sedap’.
***
wow.. the plot is great, dhe.. :)
Uwow ada yang baca :D
Thanks for reading Kak, perdana mencoba fiksi nih hihihi :”>
Nice story ^^
Thanks for reading :)