Tagged: mom

Funny

It’s funny realising how from all of these things I’ve been sharing with my friends and others, whether it was through conversations or through writings, I have never talked even the slightest single thing about my feelings toward cancer, or specifically toward breast-cancer, a malignant disease that took my mother’s life around 4 years ago.

Of course I’ve wrote about breast-cancer in my undergraduate-thesis and how some women’s lives affected by the disease. Yet again, I’ve never really shared my feelings to anyone about how sad I was when my mother passed away, not even to my dad, since I know it would make him sad too. I’ve also never talked about my fear concerning how the disease will passed through genes, and I’m in risk of it, and it’s likely that someday I might suffered from it as well (though I hope this will never happen to me nor my sisters). Or how the experience influenced my decision to take clinical psychology major to study now.

I have never shared about how grateful I am of having a dad like mine. Who loves my mother and supported her with everything that he got despite of the adversities they had been through because of my mother’s disease. A dad who takes care of me and my sisters tenderly and who’s always trying to understand us restlessly since my mother passed away, until today. Or about how, because of this, I wish that someday I will find a good man who will take care of me no matter what.

It’s funny realising the fact that albeit I’ve been telling everyone so many things about myself (if not too many of them), I still got plenty left untold.

-D!-

*this post was written because I got this auto-ethnography assignment which made me write about the experience

Deep thoughts (or what’s left from it)

Saya berpikir agak dalam malam ini. Tentang banyak hal, tentang konsep diri, tentang teman-teman, tentang kuliah, keluarga, sampai akhirnya, tentu saja masa depan saya nantinya.

Kemampuan berpikir mendalam adalah kemampuan yang tidak pernah saya miliki dari dulu sampai sekarang, menurut saya. Karena berpikir secara mendalam, terutama tentang diri saya, dan masa depan, membuat saya paranoid.

The future freaks me out, yes it is.

Hasil dari pemikiran mendalam saya malam ini hanya satu :

Saya kangen sekali dengan Ibu.

– D! –

“iya terus kan aku ngadu ke mama ya”

Beberapa hari yang lalu ada seorang temen saya yang cerita mengenai cowo ke saya. Situasinya adalah dia sudah putus dengan si cowo ini dan sampai lewat dari 7 bulan ini suasanya di antara dia dan mantannya belum juga santai. Menurut saya itu semua hanya karena mereka satu lingkungan dan sebetulnya mereka masih peduli satu sama lain. Jadi ceritanya, si teman saya ini kesel sama mantannya itu karena si mantan mengomentari gayanya dia dengan nada yang sedikit negatif. Waktu di cerita ke saya itu dia ngomong, “iya, yaudah akhirnya terus kan aku ngadu ke mama ya tentang si X, trus mama bilang blabla..”

Oke, sejenak saya terdiam. Saya merasa perasaan iri perlahan mulai masuk pelan-pelan. Ya, saya iri. Di sini keadaan saya, secara jujur, adalah sedang sangat tidak baik-baik saja karena saya sedang patah hati akibat diputusin oleh pacar pertama saya. Oke, penekanannya adalah saya tidak punya pengalaman apa-apa dalam masalah putus cinta dong ah. Tentu saja, selain dari teman-teman, saya juga butuh dukungan dan nasihat-nasihat, minimal kata-kata penenangan dari orang yang sudah jauh lebih berpengalaman, lebih bagus lagi kalau sama-sama perempuan. Hal yang membuat saya iri di sini sebetulnya sepele saja, dia masih punya ibu dan saya tidak.

Dalam keadaan saya yang seperti tentu saja saya jadi membayangkan seandainya oh seandainya biu saya masih ada, apa yang akan beliau katakan pada saya ya? Haha. Saya tahu hal seperti ini tidak boleh diungkit-ungkit. Tapi ya, ini hanya sekedar perasaan saya saja.