Tagged: social networking

Social Sites’ Self Disclosure itu adiktif dan bisa jadi destruktif

Teman saya, Shanna, menuliskan kalimat ini sebagai salah satu postingan di page Tumblr-nya :

“I hate it when people share their relationship woes on Twitter”

Kalimat ini membuat saya berpikir, oh iya juga ya, akhir-akhir ini orang-orang (seenggaknya yang ada di sekitar saya) lagi hobi banget berbagi tentang hal-hal semacam ini di situs jejaring sosial yang mereka miliki, seperti di Twitter, Plurk, bahkan status Facebook. Sebetulnya saya sempet curiga, jangan-jangan tren ini memang sudah ada dari dulu, cuma sayanya aja yang cuek bebek, saya tidak tahu juga, yang jelas orang-orang di sekitar saya lagi huru hara banget tentang kehidupan percintaan mereka.

Mulai dari yang emosi berat sama mantannya, ada juga yang sakit hati karena peristiwa putus yang nggak baik-baik, yang emosi dan merasa ‘tergantung-gantung’ perasaannya oleh gebetan atau mantan gebetan,yang merasa sesak karena mantannya selalu ada di sekitarnya (ini tentang saya atau teman saya sih? haha), yang menjelek-jelekkan nama orang yang disamarkan tapi tetep aja ketauan siapa orangnya, juga sampai yang bikin lirik kesedihan hatinya segala.

Selain mengenai kesedihan, amarah, agresifitas terselubung tersebut, ternyata banyak juga yang lagi melankolis dan berbagi tentang percintaan dan kemesraan mereka di situs jejaring sosial. Mulai dari kata-kata manis manja, puisi-puisi rayuan maut, bahkan sampai ajakan jalan-jalan ke pacarnya juga ditulis di situs jejaring sosial.

Ada apa gerangan?

Menurut saya, ini fenomena yang sangat menarik. Saya disini nggak berbicara tentang curhatan yang dituliskan di blog atau notes masing-masing ya, saya lebih berbicara tentang situs jejaring sosial yang memberikan fasilitas kepada penggunanya untuk menuliskan aktivitas mereka dalam satu kalimat pendek, seperti Twitter, atau Plurk (oh iya, status Facebook juga, tapi bukan notes atau blog ya, ingat). Kalau sekedar berkeluh kesah atau marah marah sendiri sih itu masih nggak apa-apa. Saya cuma heran aja sama yang betul-betul menyebutkan nama atau ciri-ciri khas dari orang yang dibicarakan, sehingga mau nggak mau orangnya merasa tersindir (jika orang yang dimaksud memiliki account di situs jejaring yang sama).

Sebetulnya postingan-postingan semacam itu sengaja buat menyindir atau gimana, eh?

Saya sendiri bukannya nggak melakukan hal yang serupa, mungkin pernah juga beberapa kali, namun saya berusaha sebisa mungkin menyamarkan nama orang yang saya maksud, dan maksud saya bukan untuk menyindir, sekedar menuliskan saja. Karena saya sendiri juga pernah melakukan hal yang sama, maka saya berpikiran hal seperti ini bisa sangat adiktif.

Masalah mulai ketika orang yang melakukan hal tersebut sudah teradiksi terhadap kegiatan semacam itu dan akan bertambah runyam ketika kegiatan ini sudah mulai menjadi perang saling sindir menyindir dalam agresivitas yang terselubung. Hal semacam ini bukannya nggak mungkin terjadi loh, karena percaya deh, salah satu dari temen saya baru saja mengalaminya. Dampaknya? Buruk. Sekarang hubungan ‘pertemanan’ mereka menjadi tidak baik, jika boleh dikatakan buruk, di kehidupan nyata.

Belajar dari pengalaman tersebut, menurut saya sah-sah aja kalau orang ingin berbagi perasaan dan keluh kesahnya terhadap orang lain, jangan sampai lupa aja untuk menyaring siapa dan apa yang boleh disebutkan, dan apa-apa saja yang lebih baik disimpan dalam hati atau lebih baik disampaikan langsung ke orang yang bersangkutan. Karena kita nggak pernah tau siapa aja yang bisa mengakses curhatan, keluhan, atau umpatan kita melalui situs jejaring sosial kan? Yah, bukan berarti kemungkinan itu nggak bisa terjadi kalau kita curhat secara langsung ke orang lain saling berhadapan muka sih, karena yang namanya gosip pasti akan tetap jaya. Diminimalisir aja. Kecuali, kalau kita emang pingin banyak orang baca dan mengetahui masalah kita, untuk mendapatkan bantuan misalnya, bisa aja sih.

Asumsinya kita berkirim pesan untuk berkomunikasi dan bukan untuk menambah kerumitan masalah kan?

Apakah masing-masing dari kita sudah lupa caranya berkomunikasi secara langsung dan bicara baik-baik secara dewasa satu sama lain?

– D! –